Selasa, 02 Juli 2013

FENOMENA TRANSGENDER




Belakangan ini semakin banyak fenomena waria yang berkeliaran di jalanan untuk mengamen khususnya di dunia perkotaan, bahkan ada di antara mereka yang menodai atribut muslimah dengan memakai kerudung segala. Selain itu ironisnya, di media pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan mensosialisasikan perilaku kebancian tersebut di berbagai program acara talkshow, parodi maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang dapat ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan orientasi dan kelainan seksual. Bagaimanakah sebenarnya Islam memandang masalah transgendertersebut dan bagaimanakah hukum operasi kelamin serta mengubah-ubah jenis kelamin serta peran dokter dan para medis dalam hal ini.

Apa konsekuensi hukum dari pengubahan alat kalamin tersebut misalnya menyangkut pembagian warisan, ibadah dan interaksi sosial.Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.

Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.

Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri. Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.

Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu: (1) Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal; (2) Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna.; (3) Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis dan vagina)

Pertama: Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.

Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil yaitu: (1) firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai kodratnya; (2) firman Allah Swt dalam surat an-Nisa’ ayat 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-ThabariAl-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubat al-Tafsir (hal.123) dan al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk “mengubah ciptaan Tuhan” sebagaimana dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannus (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan sebaliknya); (3) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari); (4) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Allah melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).

Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.

Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari) Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)

Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis (dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya.

Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas. Ia dilarang membuang penisnya agar memiliki vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam kelaminnya tidak terdapat rahim dan ovarium. Hal ini dilarang karena operasi kelamin yang berbeda dengan kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan dengan firman Allah bahwa tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30).

Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Peranan dokter dan para medis dalam operasi penggantian kelamin ini dalam status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika haram maka ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-menolong dalam dosa dan bila yang dioperasi kelaminnya adalah sesuai syariat Islam dan bahkan dianjurkan maka ia mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam ketakwaan dan kebajikan.(QS.Al-Maidah:2)

Adapun konsekuensi hukum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hukum. Menurut Mahmud Syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya.
Sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas dan status hukum orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.



MENGAPA MEMANCING ITU MENGASYIKKAN?

Sementara banyak orang mengatakan memancing itu merupakan ‘Pekerjaan’ orang malas. Bahkan kakak ipar saya meski dia cinta setengah mati pada laut karena memang pekerjaannya di AL, dia mengatakan hal yang sama.

Saya tidak mengiyakan maupun membantah pendapat di atas, disamping bebas dalam berpendapat. Seperti jargon pemimpin tidak dibuat tetapi dilahirkan, seorang pemancing pun dilahirkan untuk mempunyai hobi mancing.



Saya mencoba mengajak anak lelaki saya setiap kali mancing dengan maksud mendidiknya sejak dini, tapi hasilnya nol! Kedua anak lelaki saya tidak ada yang tertarik sama sekali. Tetapi cucu saya yang berumur enam tahun hobi mancingnya meluap-luap.

Apalagi saat kami berbicara dengan ibu cucu saya itu, ia pun langsung menyela, “… Eyang, kapan kita mancing lagi? Ajak aku dong ke Karang Bolong …” padahal waktu itu saya pernah sekali mengajak cucu mancing yang kebetulan berlibur sambil berkreasi di laut.

FAKTOR LINGKUNGAN

Salah satu faktor inilah yang sangat menentukan seseorang nantinya akan mempunyai hobi memancing atau tidak. Pertama, adalah faktor alam, seseorang yang tempat tinggalnya dikelilingi oleh air, sungai atau danau bahkan laut, secara naluriah akan akrab dengan lingkungan, bagaimana seseorang tersebut menyaksikan orang di sekitarnya mencari ikan.

Saya menyukai sejak umur tujuh tahun yang kala itu harus mengungsi ke daerah Kulon Progo dari Purworejo di tahun 1948, kalau ditotal hobi mancing saya tidak pernah terputus selama tiga puluh satu tahun! Ketika ayah saya kembali ke Purworejo, saya sering mancing di Kali Bogowonto dan Kedung Putri serta di sawah-sawah seputaran rumah.

Kemudian saat ayah ditugaskan di Pemalang, hobi mancing saya tetap tersalurkan dengan mancing di anak-anak sungai yang menuju ke laut dan tentu saja saya mancing di Pantai Widuri. Kemudian ayah saya dipindahkan lagi yang kali ini ditugaskan ke Salatiga dekat dengan Rawa Pening. Begitulah hobi saya tidak pernah berhenti bahkan hingga saat ini sejak pensiun dari Dinas P.U. di tahun 1997 masih tetap mancing terutama di pantai selatan.

RELAKSASI

Telah dijelaskan di atas bagaimana seorang bocah berusia tujuh tahun yang hidup dalam kesederhanaan tinggal di desa. Dengan perbekalan alat pancing seperti joran buatan sendiri, senar yang digunakan dari benang serta mata kail pun bikin sendiri, kemudian mencari cacing untuk umpan di sawah atau di kali, bisa menjadikan suatu kegiatan yang menarik dan menikmati olah raga mancing.

Pada waktu itu bisa saya rasakan betapa tenangnya melihat air mengalir yang menyentuh tali pancing, kemilau air mengalir terkena secercah sinar matahari. Tali pancing yang bergerak-gerak yang tak lepas dari penglihatan.

Terkadang melihat binatang air, yang kami sebut anggang-anggang, yang tak pernah lelah bergerak maju mundur, kalau diam sebentar niscaya badannya akan hanyut terbawa arus. Dan pada saat penantian itu tangan sudah merasakan ada ikan yang mulai menyentuh umpan.

Det.. det.. det.. begitu ditarik joran yang disentak dan ikan yang terkena pancing cuma ukuran sebesar jari, dengan bentuk yang gepeng ditutup sisik kemilau keperakan menggelepar yang kemudian diraih dan melepaskan pancing dari mulutnya, saat-saat itu demikian indahnya.

Kemudian mulutnya dibuka untuk memasukkan ‘sendatan’ yang terbuat dari rumput panjang yang nantinya akan menjadi satu renteng kalau lagi mujur, kail kemudian dicemplungkan kembali dalam air sambil sesekali melihat hasil pancingan.

Dodie Magis, CHT. Mengatakan bahwa, memancing merupakan salah satu bentuk relaksasi. Pandangan mata yang tertuju pada satu titik secara terus menerus dengan gerakan-gerakan air yang monoton akan tertangkap oleh alam pikiran kita dan masuk ke bawah sadar dimana si pemancing akan merasakan ketenangan yang luar biasa. Saat-saat demikian yang membawa pemancing ‘lupa’ akan segalanya, kesulitan hidupnya, masalah-masalah yang dihadapi bahkan bisa dibilang lupa anak-istri, ayah, ibu, bahkan kekasih, saking asiknya…

KEHEBATAN MEMANCING

Itulah kehebatan dari kesukaan memancing. Seorang yang mendalami hobi ini dengan segenap jiwa raganya tentu akan merasakan betapa indahnya mancing. Ia tidak sekedar mencari ikan. Memperoleh ikan memang penting tapi bukan segala-galanya. Buktinya orang akan kembali mancing meskipun hari ini bahkan esok tidak memperoleh ikan bahkan dimakan ikan pun tidak, namun ia akan tetap kembali menekuni hobinya.

Kadang kita merasa sebal, frustasi ditambah sedikit’amarah’ kenapa tidak seekorpun yang menyentuh umpan. Tetapi hal tersebut tidak akan berlangsung lama karena naluri mancing kita tidak akan tergoyahkan oleh hal-hal ‘kecil’ seperti itu.

Kalau lagi kesal saya suka iseng kirim SMS ke teman yang mulai mengurangi kegiatan mancingnya karena alas an ‘kapok’ dan balasannya singkat saja “lombooook!”. (BS)


HTML Comment Box is loading comments...